Lengkeng Hasil Kemitraan dengan Swasta Panen Perdana, Kementan dan Petani Puas
By Admin
nusakini.com - Jakarta - Sejak 2016, Kementerian Pertanian menginisiasi pengembangan buah-buahan pola kemitraan inti plasma dengan swasta. Di samping pengembangan kawasan buah reguler, Kementan telah mengembangkan 125 hektare kebun buah kemitraan dengan swasta di enam lokasi, yaitu durian di Kabupaten Pati dan Kebumen, lengkeng di Kabupaten Tuban, mangga di Kabupaten Lamongan, pisang dan pepaya di Lampung dan mangga di Kabupaten Takalar.
"Kemitraan yang kita jalin dengan swasta adalah pola inti plasma, perusahaan swasta sebagai inti dan petani sebagai plasmanya," ujar Plt. Direktur Buah dan Florikultura, Sri Wijayanti Yusuf.
Lebih detil Yanti menjelaskan bahwa masing-masing pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Petani berperan sebagai plasma yang bermitra dengan inti, melakukan proses budidaya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh mitra.
Pemerintah dalam hal ini, lanjut Yanti, berperan dalam memberikan bantuan berupa benih, sarana produksi dan alsintan untuk proses budidaya maupun pasca panen. Sementara pihak swasta bertugas melakukan pendampingan teknologi terhadap petani dan bertanggung jawab dalam akses pasar.
Beberapa kebun komersial mitra kini sudah menampakkan hasilnya. Kebun pisang di Kabupaten Tanggamus-Lampung yang bermitra dengan PT. Great Giant Pineapple (GGP) telah menembus pasar Singapura. "Kali ini pengembangan lengkeng Kateki yang bermitra dengan PT. Wijaya Fruits berlokasi di Desa Sugihan Kec. Marakukak Kabupaten Tuban telah panen perdana," tutur Yanti.
Menurut Yanti, upaya ini patut diancungi jempol karena dukungan dana APBN untuk pengembangan kawasan lengkeng baru mencapai 300 hektare sejak 2011 dan tidak sebanyak komoditas prioritas nasional seperti jeruk, mangga, manggis dan pisang.
"Berdasarkan hasil identifikasi, tidak kurang dari 1.500 hektare pengembangan lengkeng dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Selain itu, sudah banyak varietas unggulan lengkeng lokal yang cocok dikembangkan di dataran rendah seperti selarong, diamond river, pingpong, itoh, kristal dan kateki," jelas Yanti.
Pengembangan lengkeng yang meluas ke Kabupaten Semarang, Blora, Jepara, Wonogiri, Klaten, Karanganyar, Malang, Tuban dan Kalimantan Timur berdampak positif pada penurunan volume impor.
"Berdasarkan data BPS, volume impor lengkeng pada 2017 sebesar 99 ribu ton, pada 2018 mengalami penurunan 40 persen menjadi 59 ribu ton. Hal ini menunjukkan bahwa lengkeng Indonesia sudah mulai dapat diandalkan menggantikan lengkeng impor," tambahnya.
Giyanto Wijaya, selaku Direktur Utama PT. Wijaya Fruits menyampaikan bahwa lengkeng dipilih untuk program pengembangan kebun komersial ini.
"Karena permintaan buah lengkeng sangat tinggi dan selama ini kita masih tergantung dari lengkeng impor dan Kabupaten Tuban memiliki kondisi agroklimat yang sangat cocok untuk pengembangan lengkeng. Petani kita dampingi dalam teknologi budidaya dan hasil panennya kita yang pasarkan," tambahnya.
Wiyono, Ketua kelompok Tani Ngudi Tirto Makmur menjelaskan bahwa bantuan yang di berikan dari pemerintah pada 2016 yang lalu berupa benih lengkeng varietas Kateki seluas 25 hektare beserta pupuk, booster dan sarana budidaya lainnya.
"Pada tahun berikutnya diperluas lagi 7,5 hektare dan saprodi untuk pemeliharaan tanaman lengkeng. Saat ini terdapat 60 batang lengkeng berumur 2 tahun 4 bulan yang siap dipanen, 6 bulan yang lalu tanaman ini kita beri perlakuan pembosteran untuk merangsang pembungaan," ujar Wiyono.
Wiyono mengaku sangat senang karena pada panen perdana ini lengkengnya mampu menghasilkan 20 Kg per pohonnya. "Pada usia optimal, tanaman lengkeng diperkirakan menghasilkan 50 - 70 kg per pohon, jika 1 kg dijual dengan harga Rp 20 Ribu, maka omzet yang diterima sebesar Rp 1 - 1,4 juta per pohon," ujar Wiyono dengan mata berbinar-binar.
"Kami sangat berterima kasih kepada Kementan yang telah memberikan bantuan pengembangan lengkeng kepada kami, dan juga kepada PT. Wijaya Fruits dan Dinas Pertanian Tuban yang telah mendampingi kami dalam budidaya lengkeng ini, tambahnya. Kami melakukan budidaya lengkeng sesuai anjuran dan standar yang telah ditetapkan, dan kami tidak takut masalah pemasaran karena sudah dijamin oleh perusahaan mitra," ujar Wiyono.
Giyanto menambahkan, untuk menghindari terjadinya harga jatuh pada saat panen raya dan untuk menghasilkan lengkeng pada waktu-waktu yang diinginkan, PT. Wijaya Fruits telah melatih petani untuk melakukan melakukan pengaturan pembungaan. Pemboosteran dilakukan secara bergilir sehingga diharapkan buah lengkeng ini dapat dinikmati sepanjang tahun.
Yanti menyampaikan apresiasinya terhadap keberhasilan pengembangan kebun komersial ini. Model pengembangan kemitraan dengan swasta ini berdampak positif terhadap dalam peningkatan produksi dan mutu buah lokal dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani.
"Di samping itu, diharapkan petani memperkuat kelembagaan dengan membentuk koperasi yang menyediakan sarana produksi maupun informasi teknologi yang dibutuhkan petani sekaligus memasarkan hasil panen," ujar Yanti.
Lebih lanjut Yanti meyakinkan model pengembangan buah seperti ini akan terus diduplikasi ke daerah lain. "Dalam beberapa tahun ke depan, lengkeng Indonesia akan semakin berdaya saing dan tidak menutup kemungkinan kita tidak bergantung pada lengkeng impor lagi." (p/eg)